MasyarakatKelistrikan.com | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana melakukan ekspor listrik bersih atau energi baru dan terbarukan (EBT) ke luar negeri.
Hal ini masih menjadi tanda tanya. Sebab seiring dengan berbedanya sudut pandang antara Menteri ESDM Arifin Tasrif dengan Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, yang menyatakan bahwa pihaknya belum akan melakukan ekspor energi ke negara manapun.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Hal itu, ia sampaikan, melalui Forum Investasi yang diselenggarakan di Kota Surakarta, Jawa Tengah pada hari Rabu (18/5). Bahlil beralasan, untuk tidak melakukan ekspor EBT diambil lantaran pemerintah Indonesia masih ingin fokus terlebih dahulu akan kebutuhan dalam negeri.
"Silakan investasi di Indonesia, tapi kita belum pikir untuk ekspor EBT. Kita pakai dulu, cukup dulu. Kalau kita jual ke negara lain, maka investasi akan lari ke sana," ujar Bahlil dalam keterangan tertulis, Jumat (20/5/2022).
Sebelumnya, pada Jumat (21/01/2022), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) di bidang kerja sama energi.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Penandatanganan MoU Kerja Sama Energi ini menjadi salah satu poin yang disampaikan pada pertemuan Leaders' Retreat antara Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada Selasa, 25 Januari 2022 di Bintan.
“Saya melihat nilai penting MoU di level G-to-G sebagai dasar kedua negara untuk mendorong dan meningkatkan inisiatif proyek kerja sama energi, baik di tingkat pemerintah maupun di tingkat bisnis," kata Arifin dalam sambutannya usai melakukan penandatanganan secara virtual, dikutip dari keterangan resmi Kementerian ESDM, Kamis (27/01/2022).
Arifin menyebut, MoU kerja sama bidang energi tersebut akan memayungi sejumlah area, termasuk diantaranya: pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan hidrogen, interkoneksi listrik lintas batas dan jaringan listrik regional, perdagangan energi, pembiayaan proyek energi, dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Di samping itu, MoU tersebut mengatur pula pelaksanaan Kelompok Kerja Energi (Working Group on Energy) yang akan menjadi forum rutin untuk menetapkan, memantau, dan mengevaluasi kerja sama energi antara kedua negara.
"Saya yakin Working Group jadi forum krusial bagi kedua pihak untuk bekerja sama membantu merealisasikan transisi energi pada masing-masing negara. Topik seperti CCUS (Carbon Capture, Utilization & Storage) dan pengembangan energi baru dan terbarukan akan menjadi perbincangan," jelas Arifin.
Dalam kesempatan tersebut, Arifin juga menyampaikan urgensi pengembangan EBT antara kedua negara untuk mendukung pengembangan Green Data Centre dan Industri Berbasis EBT (Renewable Energy Based Industry/REBID).
Pengembangan EBT juga akan berkontribusi pada upaya transisi energi dan komitmen pengurangan emisi karbon kedua negara.
Arifin mengungkapkan, posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi Singapura untuk turut serta berkontribusi mewujudkan tujuan dari transisi energi.
Perlu diketahui, pada 25 Oktober 2021 Menteri ESDM menyaksikan penandatanganan dua Joint Development Agreement (JDA) di bidang pengembangan PLTS antara entitas bisnis Indonesia dan Singapura, yaitu JDA antara PT Trisurya Mitra Bersama (Suryagen) - PLN Batam dan Sembcorp Industries, dan JDA antara Medco Power Energy dengan Gallant Venture dan PacificLight Energy.
JDA ini akan memayungi rencana ekspor tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTS di Indonesia ke Singapura menggunakan teknologi transmisi kabel laut HVAC. [Tio]