KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) memberikan apresiasi besar atas langkah cepat dan kerja tanpa henti petugas PLN dalam memulihkan kelistrikan di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pascabencana.
ALPERKLINAS menilai keberhasilan pemulihan di tiga wilayah dengan karakter bencana berbeda tersebut menunjukkan kualitas respons, kapasitas teknis, dan kesiapsiagaan PLN yang semakin matang.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kerja Keras PLN Pulihkan 100 Persen Sistem Kelistrikan Sumatera Barat Pascabencana
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengatakan bahwa apa yang dilakukan PLN adalah operasi kemanusiaan skala besar yang membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan, improvisasi teknik, dan keberanian lapangan.
“Tim PLN di tiga provinsi menghadapi tiga jenis tantangan berbeda, tapi satu hal yang sama: mereka bergerak all out tanpa mengenal waktu. Pemadaman yang disebabkan banjir bandang, longsor, dan robohnya tower transmisi bukanlah situasi biasa. Namun kecepatan PLN merespons menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tim kelistrikan yang tangguh,” ujar Tohom, Senin (8/12/2025).
Tiga Wilayah, Tiga Ujian
Baca Juga:
PLN Pulihkan 100% Listrik Pascabencana Sumut, Sorkam Jadi Wilayah Terakhir Menyala
Tantangan di tiga provinsi -- Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh -- hadir dalam bentuk yang berbeda-beda, namun semuanya sama-sama mematikan jaringan listrik dan menuntut respons cepat serta kecakapan teknis tingkat tinggi dari PLN.
Di Sumatra Barat, longsor dan banjir besar menggulung tiang-tiang JTM dan JTR, merusak kabel, serta membuat sejumlah wilayah seperti Agam, Pasaman, dan Solok Selatan benar-benar terputus dari akses.
Banyak titik hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki, sementara petugas harus menggotong peralatan berat secara manual melewati jalur dan lereng perbukitan yang terjal.
“Dalam kondisi seperti ini, kemampuan bekerja secara manual dengan kecepatan tinggi jadi andalan. Petugas PLN membangun kembali 619 tiang dan memasang 31 kilometer kabel dalam waktu singkat. Ini menunjukkan ketangguhan fisik dan kecermatan teknik yang luar biasa,” kata Tohom.
Berbeda dengan Sumbar, tantangan di Sumatra Utara lebih kompleks dari sisi medan dan logistik.
Longsor berlapis menimbun jaringan distribusi, mematahkan jalur suplai listrik, dan memutuskan hubungan transportasi ke banyak desa terisolasi.
Petugas PLN harus menyusuri tebing, jalur berlumpur, dan medan ekstrem sambil membawa material yang beratnya tak sebanding dengan kondisi jalur yang tersedia.
“PLN menerjunkan hampir 1.000 personel yang bekerja nonstop. Tantangan di Sumut bukan hanya teknis, tetapi logistik. Mereka harus membuka akses dulu, baru bisa memperbaiki jaringan. Ketika listrik kembali menyala, itu adalah hasil dari disiplin tinggi dan koordinasi lintas lembaga yang sangat solid,” ujar Tohom.
Sementara itu, Aceh menghadapi kendala yang paling kompleks karena bencana susulan meruntuhkan sejumlah tower transmisi tegangan tinggi di titik-titik baru yang sebelumnya tidak terdampak.
Kerusakan ini bukan hanya memutus jaringan, tetapi merobohkan struktur besar yang biasanya membutuhkan waktu panjang untuk dibangun ulang.
Namun dalam kondisi kritis tersebut, PLN harus mengubah rencana teknis berkali-kali dan bergerak cepat menyesuaikan situasi lapangan.
“Di Aceh, PLN harus beberapa kali mengubah rencana teknis karena tower kembali roboh. Namun mereka mampu membangun tower darurat dalam hitungan jam, sesuatu yang bahkan di negara maju sekalipun bukan pekerjaan sederhana. Ini membuktikan kapasitas improvisasi teknis yang luar biasa,” jelas Tohom.
Melalui tiga tantangan berbeda inilah terlihat bahwa satu karakter utama yang konsisten hadir di lapangan adalah kecepatan respons dan keberanian teknis petugas PLN. Ini adalag penentu utama pulihnya kembali terang di tengah bencana.
Kekuatan Utama yang Menolong Konsumen
Tohom menilai kecepatan PLN dalam ketiga situasi itu bukan hanya hasil SOP teknis, tetapi karena adanya budaya kerja yang kuat dan kepemimpinan lapangan yang responsif.
“Kecepatan merespons adalah perlindungan langsung bagi konsumen. Semakin cepat listrik pulih, semakin cepat warga kembali bekerja, fasilitas publik berfungsi, dan layanan dasar berjalan normal. ALPERKLINAS melihat PLN sudah berada pada level respons yang patut dijadikan standar nasional mitigasi bencana energi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa ke depan, model pemulihan seperti yang dilakukan di tiga provinsi ini harus menjadi referensi untuk membangun sistem kelistrikan tahan bencana.
“Kami mendorong pemerintah dan PLN mempercepat modernisasi jaringan serta memperkuat redundansi pasokan, terutama di daerah rawan. Konsumen berhak mendapatkan layanan listrik yang stabil bahkan dalam kondisi paling sulit sekalipun,” katanya.
Sebelumnya, PLN telah memulihkan 100% kelistrikan Sumatra Barat pada 5 Desember setelah menghadapi akses terputus dan kerusakan tiang jaringan.
Di Sumatra Utara, seluruh wilayah terdampak kembali menyala pada 7 Desember setelah 949 personel menembus medan ekstrem dan memperbaiki 103 penyulang.
Sementara di Aceh, pemulihan meningkat menjadi 93% meski menghadapi keruntuhan tower transmisi yang berulang akibat cuaca ekstrem.
[Redaktur: Mega Puspita]