MasyarakatKelistrikan.WahanaNews.co | Pelaku industri hulu tekstil meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk mengurangi biaya minimum jam nyala seiring dengan penurunan jumlah produksi yang diprediksi berlangsung hingga akhir tahun.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan asosiasi sudah mengirimkan surat ke PLN guna mengajukan permohonan tersebut.
Baca Juga:
Indonesia Dorong Percepatan Aksesi OECD dan Integrasi Ekonomi ASEAN untuk Pertumbuhan Inklusif dan Berkelanjutan
"Kami akan mengurangi pemakaian listrik karena penurunan jumlah produksi dan sudah mengirimkan surat ke PLN dan minta biaya minimum jam nyala dikurangi," kata Redma dikutip, Senin (10/10/2022).
Redma menjelaskan industri hulu tekstil sudah mengurangi produksi sebesar 30 persen dari total produksi normal dalam sebulan terakhir.
Pengurangan tersebut diperkirakan meningkat hingga ke angka 50 persen pada akhir tahun.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil Tekankan Peran Penting APBN sebagai Katalisator Perkembangan Perekonomian
Saat ini, berdasarkan data Apsyfi, total jumlah produksi industri hulu tekstil sebanyak 1,7 juta ton per tahun.
Dari jumlah itu, produksi polyester sebanyak 1,2 juta ton dan benang sebanyak 500.000 ton.
Penurunan jumlah produksi tersebut, kata Redma, merupakan dampak inflasi global yang mengganggu pasar ekspor serta tingginya barang impor di Tanah Air, sehingga terjadi overstock bahan baku di hulu industri.
Jadi, ada overstock, dan karena overstock kami tidak membeli bahan baku," ujarnya.
Redma memprediksi kondisi ini berlangsung hingga Desember 2022. Perbaikan pasar diharapkan mulai tampak pada awal tahun depan yang ditenggarai momentum awal tahun dengan catatan jumlah barang impor bisa ditekan. [Tio]