MasyarakatKelistrikan.com | Dengan cinta setia sampai akhir hayatku, Aku bersumpah dari lubuk kalbuku Bahwa jasadku dan apa milikku Kupersembahkan padamu, wahai Tanah Airku”
Puisi ini disampaikan Arifin Panigoro dalam penutup orasi ilmiah untuk penganugerahan gelar doctor honoris causa di bidang technopreneurship oleh Institut Teknologi Bandung 23 Januari 2010 lalu.
Baca Juga:
Arifin Panigoro, Raja Minyak Indonesia Tutup Usia, Mulai Karir dari Instalasi Listrik
Arifin menuliskannya di dalam sebuah buku berjudul Berbisnis Itu (tidak) Mudah, edisi kelima: Bangun Technopreneurship untuk Masa Depan.
Buku terbitan Medco Foundation dengan tebal halaman 190.
Kata pengantar buku itu, luar biasa. Ditulis langsung oleh Jakob Oetama, founder Kompas Gramedia. Dia menulis di kata pengantar seperti ini:
Baca Juga:
Founder Medco Grup Meninggal, Menteri ESDM: Indonesia Kehilangan Tokoh Migas
Bagaimana dia menjalankan bisnis hingga mampu membuat Medco menjadi sebuah perusahaan besar?
Pertanyaan itu dijawab bukan dengan teori-teori manajemen canggih akademis, melainkan dengan cara menariknya dari pengalaman.
Learning by doing, ngelmu karena laku.
Ia berusaha keras mewujudkan ide-ide di kepala menjadi kenyataan. Apa yang dilakukannya lebih dari 30 tahun ditarik sebagai bahan refleksi.
Pengalaman menjadi knowledge, dari learning before, learning during, learning after–berujung sebagai collective knowledge.
AP, sapaan akrab Arifin Panigoro, salah satu chief executive officer yang ideal.
Dia piawai menerapkan prinsip-prinsip bisnis untuk menangkap peluang dan strategi memenangkan perang.
Dia seorang humanis yang mampu menggabungkan semua sifat terbaik manusia. Sifat-sifat terbaik itu dia jabarkan dan kembangkan dalam praksis bisnis.
Berbisnis tidak hanya demi sukses mengumpulkan rente dan keberhasilan finansial, tetapi juga membuat nilai-nilai abstrak kemanusiaan menjadi riil.
Bekerja menjadi eksistensial, menjadi ekspresi diri, prinsip yang sering dirumuskan sebagai humanisme yang imani.
Medco Group
Dalam bukunya, Arifin Panigoro menulis bahwa sekarang Medco Group telah mendapatkan berbagai keberhasilan, sesungguhnya itu tidaklah datang begitu saja.
Perjalanan selama 30 tahun adalah waktu yang tidak sedikit dan juga telah menempuh berbagai peristiwa yang tidak selalu menyenangkan.
Hantaman yang menghadang barangkali tidak lebih sedikit muncul ke permukaan ketimbang keberhasilan.
Ketika membeli Stanvac dari Mobil Oil dan ExxonMobil, Arifin berkisah bagaimana dia mengambil langkah tepat mengikuti kata hati.
“Gue pingin Medco bisa menang” Itulah yang Arifin katakan kepada anak buahnya di Medco (kutipan, Intuisi: memadukan kata hati dan akal sehat/15)
Arifin bercerita, dia meminta tim manajemen Medco mengajukan penawaran US$25 juta lebih tinggi dari nilai kalkulasi awal Stanvac.
Alasannya kalau cuma nambah US$15 juta masih riskan untuk menang.
Meski sedikit alot, akhirnya tim memutuskan setuju dengan angka penawaran itu diajukan Medco ke pemilik Stanvac.
Singkat kata, tim Medco maju dengan membawa proposal harga US$85 juta. Beres? Aman?
Ternyata tidak. Karena ada penawar tertinggi yang siap meruntuhkan harga penawaran dari Medco.
Tapi,seperti kata pepatah “jodoh tak akan lari ke mana”, manajemen lama Stanvac akhirnya menjatuhkan pilihan kepada Medco.
Medco beli aset Stanvac senilai US$88 juta. Dana pembelian didapatkan dari kas perusahaan Medco ditambah bantuan pembiayaan dari bank.
Akhirnya, pada 26 Desember 1995, Medco berhasil melunasi pembayaran saham Stanvac. Seiring dengan itu, nama PT Stanvac Indonesia diubah menjadi PT Exspan Sumatera dan belakangan menjadi PT Exspan Nusantara.
Di bukunya, Arifin berkisah banyak orang bertanya bagaimana dia memulai Medco.
Awalnya banyak orang tidak percaya dia bisa masuk bisnis pengeboran dan eksplorasi migas.
Arifin tetap melangkah maju mendirikan PT Meta Epsi Engineering yang telah memiliki banyak klien dari industri migas.
Dari sini lahirlah PT Meta Epsi Pribumi Drilling Company, yang lebih akrab dengan sebutan Medco.
Belakangan kata “pribumi” yang menyiratkan sebuah perusahaan minyak nasional dan bukan asing, dihilangkan seiring dengan ekspansi Medco untuk go internasional.
Dari Medco, Arifin lantas pada tahun 1992 membeli saham PT Tesoro Indonesia Petroleum Corporation (Tipco) yang punya wilayah kerja migas di Sanga-Sanga dan Tarakan di Kalimantan Timur (Kini Tarakan masuk ke dalam Provinsi Kalimantan Utara).
Niat membeli saham Tipco senilai US$13 juta bukan tanpa perhitungan.
Arifin tahu di lahan eks Tipco itu ada potensi gas cukup besar. Untuk itu, Arifin mendirikan PT Exspan Kalimantan.
Terbukti, area lahan di Sanga-Sanga mampu menghembuskan gas sekitar 40 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Hormati Mitra Usaha dan Karyawan
“Ini kitab para pengusaha. Saat peluang muncul, menggandeng mitra kerja adalah sebuah keharusan. Saya juga menjunjung prinsip itu. Boleh dibilang saya termasuk orang yang tidak bisa menahan diri ketika melihat adanya peluang. Namun peluang yang ada tak boleh membutakan mata terhadap kekuatan kita sendiri.”
“Saya mewanti-wanti tim manajemen untuk tidak serakah dalam ambil kesempatan bisnis walaupun godaan keuntungan yang dijanjikan begitu besar. Jika tidak memiliki kemampuan, ya ajak mitra atau partner kerja. Pelajari dari mereka, dan asah kompetensi diri kita.”
“Itu sebabnya, dalam praktik bisnis sejak 19080-an, saya banyak menggandeng entitas lain dan melakukan aliansi strategis,” demikian tulis Arifin Panigoro di dalam bukunya tersebut (42 Ι Kesetaraan: Bersikap Adil pada Lawan Sekalipun)
Arifin menulis, saat Medco mengambil alih Tesoro Indonesia Petroleum Corporation (Tipco) pada 1992, sumber daya manusia di perusahaan itu, yang berjumlah 1.200 orang, tetap dipertahankan dengan mengembalikan 69 orang ekspatriat sebagai upaya penghematan.
“Penghormatan terhadap karyawan mesti ditunjukkan dengan perhatian kepada kesejahteraan mereka. Keberadaan mereka bukan sekadar sebagai staf bagi Medco secara keseluruhan. Merekalah aset saya, brain ware, yang tak ternilai harganya. Itulah sebabnya, ketika perusahaan ada untung berlebih, maka saya tak ragu-ragu untuk membagikan tambahan berupa bonus bagi mereka. Jangan dilihat dari segi besar kecilnya, tapi silahkan dinilai dari niat saya untuk menjalin hubungan dan apresiasi terhadap para karyawan,” lagi Arifin menuliskan di dalam bukunya tersebut.
Ada sepenggal kalimat terketik rapih di dalam buku yang ditulis Arifin Panigoro diterbitkan oleh Medco Foundation, 2010.
“Hormati dan hargai karyawan, mereka adalah aset utama perusahaan yang tak ternilai harganya.” [Tio]