Adapun harga keekonomian dari gas melon subsidi itu sudah terpaut Rp 15.359 per kilogram dari harga jual eceran (HJE) yang ditetapkan sebesar Rp 4.250 per kilogram pada tahun ini.
“Kami sedang godok program dengan pemerintah bagaimana subsidi untuk LPG bisa dialokasikan untuk mempercepat penggunaan kompor induksi untuk pembelian kompor listrik bantuan dari pemerintah sehingga ada pergeseran dari LPG impor yang harganya sudah Rp18.000 per kilogram,” kata Darmawan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI Ihwal usulan PMN Tahun Anggaran 2023, Rabu (15/6/2022).
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Di sisi lain, Darmawan mengatakan, harga keekonomian dari pengadaan kompor listrik hanya sekitar Rp 10.350 ekuivalen dengan 1 kilogram LPG.
Artinya, kata dia, potensi penghematan anggaran negara dari pengalihan subsidi LPG 3 kilogram itu untuk program kompor listrik relatif besar di tengah fluktuasi harga minyak mentah dunia.
“Kami akan memberikan program matching per kilogram listrik ekuivalen dengan LPG sekitar Rp 7.000 ini sedang kita godok dengan pemerintah, mengalokasikan subsidi LPG 3 kilogram saat ini yang Rp 18.000 ke Rp 11.000, ini kami matching tadinya subsidi Rp 11.000 sekarang jadi Rp 3.000,” kata dia.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Kemenkeu mencatat realisasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram naik rata-rata 26,58 persen setiap tahunnya selama kurun waktu 2017 hingga 2021.
Kenaikkan nilai subsidi itu dipengaruhi fluktuasi harga ICP dan nilai tukar rupiah.
Adapun realisasi subsidi BBM 2021 mencapai Rp 16,17 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar RP 7,15 triliun. Kendati demikian, masih terdapat kewajiban pembayaran kompensasi BBM Rp 93,95 triliun untuk periode 2017 hingga 2021.