“Di Aceh, PLN harus beberapa kali mengubah rencana teknis karena tower kembali roboh. Namun mereka mampu membangun tower darurat dalam hitungan jam, sesuatu yang bahkan di negara maju sekalipun bukan pekerjaan sederhana. Ini membuktikan kapasitas improvisasi teknis yang luar biasa,” jelas Tohom.
Melalui tiga tantangan berbeda inilah terlihat bahwa satu karakter utama yang konsisten hadir di lapangan adalah kecepatan respons dan keberanian teknis petugas PLN. Ini adalag penentu utama pulihnya kembali terang di tengah bencana.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kerja Keras PLN Pulihkan 100 Persen Sistem Kelistrikan Sumatera Barat Pascabencana
Kekuatan Utama yang Menolong Konsumen
Tohom menilai kecepatan PLN dalam ketiga situasi itu bukan hanya hasil SOP teknis, tetapi karena adanya budaya kerja yang kuat dan kepemimpinan lapangan yang responsif.
“Kecepatan merespons adalah perlindungan langsung bagi konsumen. Semakin cepat listrik pulih, semakin cepat warga kembali bekerja, fasilitas publik berfungsi, dan layanan dasar berjalan normal. ALPERKLINAS melihat PLN sudah berada pada level respons yang patut dijadikan standar nasional mitigasi bencana energi,” tegasnya.
Baca Juga:
PLN Pulihkan 100% Listrik Pascabencana Sumut, Sorkam Jadi Wilayah Terakhir Menyala
Ia menambahkan bahwa ke depan, model pemulihan seperti yang dilakukan di tiga provinsi ini harus menjadi referensi untuk membangun sistem kelistrikan tahan bencana.
“Kami mendorong pemerintah dan PLN mempercepat modernisasi jaringan serta memperkuat redundansi pasokan, terutama di daerah rawan. Konsumen berhak mendapatkan layanan listrik yang stabil bahkan dalam kondisi paling sulit sekalipun,” katanya.
Sebelumnya, PLN telah memulihkan 100% kelistrikan Sumatra Barat pada 5 Desember setelah menghadapi akses terputus dan kerusakan tiang jaringan.