Sejak pergantian abad, harga listrik terbarukan telah turun secara eksponensial.
Secara global, biaya solusi Solar Photovoltaic (OV) turun 82% antara tahun 2010 dan 2019, sementara harga listrik dari tenaga surya turun 89% dari US$359/MWh menjadi US$40 dalam periode yang sama.
Baca Juga:
PLN Pasok Energi Hijau pada Peringatan HUT ke-79 Pertambangan dan Energi
“Sayangnya, jaringan listrik warisan masa lalu tidak didesain untuk mendukung pembangkit listrik terbarukan yang tersebar. Kita mulai melihat jaringan listrik berderit di bawah tekanan pasokan dan beban yang berfluktuasi karena kondisi cuaca yang tidak normal yang merupakan akibat perubahan iklim.”
“Sementara permintaan listrik akan terus meningkat karena dunia semakin digital dan terjadi pergerakan secara masal dari penggunaan kendaraan dengan mesin pembakaran internal ke kendaraan listrik. Jaringan listrik cerdas (smart grid) yang terdesentralisasi, diperkuat oleh pembangkit listrik terbarukan yang terdesentralisasi, akan membawa kita menuju dunia dengan emisi nol-bersih,” ungkap Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste.
Smart grid sangat penting untuk memastikan ketersediaan pasokan energi yang efisien, tangguh, dan andal untuk masa depan.
Baca Juga:
Kemenperin Dorong Pemanfaatan Hidrogen dalam Pengembangan Energi Terbarukan
Terlebih lagi, smart grid memungkinkan kita untuk memprediksi, mendeteksi, dan mencegah pemadaman sebelum terjadi.
Teknologi seperti Advanced Distributed Management Solutions (ADMS) dan integrasi platform IT-OT secara proaktif mengidentifikasi gangguan yang dapat menyebabkan pemadaman listrik, menunjukkan lokasi gangguan jaringan, dan memiliki kemampuan memperbaiki sendiri menggunakan switching otomatis.
Selama 30 tahun ke depan, dunia akan menghasilkan listrik hingga 78.700 TWh, meningkat tiga kali lipat dari tahun 2018.