MasyarakatKelistrikan.com | Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan pentingnya transisi menuju energi hijau untuk menciptakan masa depan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Transisi energi merupakan tantangan bagi semua, namun juga harus dilihat sebagai peluang untuk menciptakan masa depan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menerapkan skenario dan peta jalan yang kuat, terutama untuk aspek keuangan," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Baca Juga:
Dekom dan Direksi Pertamina Pastikan Kelancaran Pasokan Energi Selama Libur Iduladha 2024
Nicke menyampaikan bahwa forum Task Force Energy, Sustainability, and Climate telah menyiapkan tiga rekomendasi transisi energi hijau yang akan disampaikan pada pertemuan tingkat tinggi Group of Twenty atau G20 di Bali pada November 2022.
Ketiga rekomendasi tersebut disepakati pada Inception Meeting Business 20 (B20) yang diselenggarakan secara virtual pada akhir Januari 2022 lalu.
Rekomendasi pertama adalah mempercepat transisi ke penggunaan energi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa pemanasan global dibatasi maksimum 1,5 derajat celcius.
Baca Juga:
Pertamina Jadi BUMN Kontributor TKDN Terbesar Tahun 2023
Topik utama yang telah diidentifikasi untuk pengembangan kebijakan adalah pengembangan industri bahan bakar alternatif seputar hidrogen dan bahan bakar nabati.
Kemudian rekomendasi kedua adalah memastikan transisi yang adil dan terjangkau kerja sama global dalam mitigasi dampak dan dukungan untuk beradaptasi dengan perubahan.
Rekomendasi ketiga adalah kerja sama global dalam peningkatan ketahanan energi; untuk rumah tangga dan UMKM sebagai sarana untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem dan mempercepat transisi energi ke penggunaan energi yang berkelanjutan.
"Ketiga isu prioritas tersebut akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi kebijakan dari Task force Energy, Sustainabilty, and Climate dengan mempertimbangkan isu-isu kritis lainnya, seperti penetapan harga karbon, kerja sama global, mata pencaharian, dan pengembangan kelembagaan untuk pembiayaan serta adopsi teknologi," kata Nicke.
Dia juga menyampaikan energi merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta sangat dibutuhkan bagi pengembangan ekonomi untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Menurutnya, saat ini diperlukan satu tindakan yang mendesak dan terfokus untuk menyikapi berbagai kecenderungan global, antara lain laju transisi energi masih tertinggal, perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca antropogenik yang telah menjadi isu kritis serta pertumbuhan ekonomi memanfaatkan konsumsi energi bahan bakar fosil, yang berkontribusi besar atas sebagian besar emisi gas rumah kaca.
Nicke menegaskan bahwa transisi perlu dipercepat secara global dengan cara tetap meningkatkan ketahanan dan pemerataan energi untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan ekstrem.
Selain itu, selisih pembiayaan harus dijembatani, investasi harus dialihkan ke infrastruktur transisi energi dan dapat dibayarkan dengan penetapan harga karbon.
Penting juga untuk memastikan kesetaraan dengan meningkatkan akses dan keterjangkauan energi bersih dan modern yang tidak hanya penting untuk kesuksesan transisi, tetapi juga memberikan manfaat bagi lingkungan, gender, dan ekonomi.
"Pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, elektrifikasi, dan efisiensi energi adalah pilar utama transisi energi, investasi teknologi, dan sektor transisi energi semakin cepat," jelas Nicke dikutip dari Antara.
"Namun, negara-negara berkembang tidak memiliki kerangka kerja, tata kelola yang mapan, pasar, layanan keuangan yang maju, tenaga kerja yang terlatih, dan akses ke teknologi canggih. Semuanya itu dimiliki oleh negara-negara maju dan diperlukan untuk perubahan tersebut," tambahnya.
Pada kesempatan Inception Meeting B20, Deputi Chair Agung Wicaksono menyampaikan bahwa Task Force melakukan survei dengan memasukkan 13 isu potensial dalam rangka menggali masukan dari pelaku bisnis, di antaranya pembangunan kelembagaan, kerja sama global, sumber energi alternatif, laju diferensial per sektor, mencegah penguncian karbon baru, harga karbon, mitigasi dampak keuangan, hingga mitigasi kehilangan mata pencaharian (penghidupan).
Menurutnya, hasil survei tersebut menjadi landasan bagi Task Force untuk merumuskan rekomendasi.
Ia juga mengakui bahwa transisi akan membutuhkan kerja sama global yang terstruktur dan berkomitmen dalam peningkatan kapasitas tata kelola, pengembangan pasar, penyaluran pembiayaan dan teknologi, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja.
"Semangat, kerja keras, dan komitmen pertemuan ini terus berlanjut yang akan membawa perubahan global ke arah yang lebih baik pasca pandemi Covid-19, sehingga kita dapat recover together, recover stronger," pungkas Agung. [Tio]