MasyarakatKelistrikan.com | Hilmi Panigoro, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional, Tbk (MEDC) mengatakan peluang industri minyak dan gas (migas), plus energi baru terbarukan (EBT) sangat besar di Indonesia.
Namun sampai hari ini, masih banyak tarif pada EBT belum ekonomis sehingga perlu adanya incentive khusus dari pemerintah dengan tariff system yang lebih smart.
Baca Juga:
Bersama Timpora Kantor Imigrasi, Pemerintah Kota Bekasi Siap Awasi Pergerakan Warga Asing
“Peluang industri migas dan EBT saya kira sangat besar. Untuk transisi, ini di gas masih sangat dibutuhkan. Tapi at the same time, EBT harus dikembangkan sebesar-besarnya. Inilah salah satu kunci yang harus bisa didorong oleh pemerintah. Karena sampai hari ini EBT masih banyak yang tariff-nya belum ekonomis. Sehingga perlu ada incentive khusus dari pemerintah dengan tariff system yang lebih smart,” kata Hilmi Panigoro dalam salah satu diskusi bersama SKK Migas dan insan media di Jakarta secara virtual, Rabu (10/11/2021).
Hilmi melanjutkan sangat interstices untuk mengembangkan pembangkit geothermal (panas bumi).
Tapi geothermal ini capex (capital expenditure)-nya 1 megawat perlu USD 5 juta. Coba bandingkan dengan gas yang hanya USD 700 ribu. Tapi feed stock-nya kalau gas kan mahal musti beli. Sedangkan kalau geothermal itu praktis dan gratis, karena dia itu steam yang keluar dari bumi.
Baca Juga:
Menko Marves Sebut Prabowo Umumkan Susunan Kabinet 21 Oktober
“Makanya untuk menghindari cara itu, perlu system tariff yang lebih smart,” jelas pria kelahiran Bandung, 4 April 1955 ini.
Hilmi memberikan contoh, misalnya, 5 tahun pertama (tarif) tinggi dulu. Nah setelah 5 tahun pertama, setelah capex kembali, lalu tarif rendah, hingga makin lama makin rendah. Sehingga rata-ratanya bisa kembali.
“Itulah yang menurut saya perlu digalakkan untuk meningkatkan antusiasme eksplorasi di EBT. Kalau migas, seperti saya bilang tadi, masih sangat menarik karena Indonesia ini masih punya potensi. Yang penting tadi, iklim investasi migas di Indonesia masih sangat menarik tapi masih bisa diperbaiki. Kenapa? Karena effectiveness dari fiscal term itu dinamis di negara produsen migas. Hari ini yang sama dengan kita adalah Malaysia, Thailand dan Vietnam. Mereka berubah terus. Karena mereka melihat ini sebagai peluang bisnis. Ini perlu terjadi. Kita pun harus selalu perlu waspada dan melihat bagaimana ekosistem terjadi. Makanya make sure fiscal term ini bukan hanya flexible tapi interactives dan competitive dibandingkan dengan fiscal term yang ditawarkan negara-negara berkembang lainnya,” kata Hilmi menjelaskan lagi dikutip dari ruangenergi.
Sebelumnya, di awal paparan pada saat diskusi, Hilmi menjelaskan perusahaan yang berkode emiten MEDC itu, memiliki 3 pilar perusahaan yang utama untuk mendukung komitmen Pemerintah dalam mencapai emisi net zero scope 1 dan scope 2 pada tahun 2030 dan tahun 2060.
Medco memiliki 3 pilar usaha yang utama. Pertama minyak dan gas, kedua pembangkit listrik, ketiga tambang, tembaga dan emas. [Tio]