MasyarakatKelistrikan.com | Menteri BUMN Erick Thohir mengakui rumitnya mengkonsolidasikan visi dan misi semua BUMN. Perkaranya, perusahaan negara punya peta jalan hingga bisnis inti (core business) masing-masing.
Meski begitu, upaya pemetaan dan mengkonsolidasikan perseroan dalam kerangka visi misi yang sama terus dilakukan Kementerian BUMN selaku pemegang saham.
Baca Juga:
Ultimatum Keras Setelah Kekalahan Telak Timnas dari Jepang, Erick Thohir Ancam Mundur dari PSSI
"Program kerja, ketika kita coba mengkonsolidasikan bahwa semua BUMN punya visi yang sama, tidak mudah. Karena kita tahu masing-masing BUMN sesuai dengan petanya, ada yang sangat korporasi dan juga yang sangat dengan pelayanan publik," ujar Erick, Senin (29/11/2021).
Erick pun mengingatkan agar rumusan visi misi perseroan harus didasarkan pada transformasi Kementerian BUMN.
Dia sebelumnya sudah membeberkan lima program utama yang harus direalisasikan BUMN dalam rentan waktu 2 tahun ke depan.
Baca Juga:
Menteri BUMN Angkat Kembali Darmawan Prasodjo sebagai Dirut PT PLN
Kelima program yang dimaksud, pertama, transformasi digitalisasi yang dilakukan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Telkomsel Tbk., salah satunya, peluncuran 5G Mining yang merupakan hasil kolaborasi antara PT Freeport Indonesia dan Telkom.
Kedua, transformasi energi baru terbarukan (EBT) yang digodok PT PLN (Persero). Di sektor ini, PLN akan menggarap pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) berkapasitas 20,09 gigawatt (GW) pada 2025.
Ketiga, transformasi di sektor pertambangan yang dilakukan Holding BUMN Pertambangan.
Keempat, industri pariwisata yang menjadi fokus PT PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) sebagai payung dari Holding Pariwisata dan Pendukungnya.
Kelima, transformasi di sektor pangan. Erick menggarisbawahi Indonesia sebagai negara agraris yang seyogyanya menjadi ekosistem atau lumbung pangan dunia.
Namun, kondisi saat ini justru memperlihatkan Indonesia kerap melakukan impor pangan. Langkah itu, kata dia, hanya akan menjadikan pekerja industri, petani, peternak, hingga perkebunan sebagai objek pembangunan saja.
Padahal, kelompok tersebut seharusnya menjadi subjek dalam rantai pasok pangan. Ia pun mengungkapkan kekesalannya sebagai orang yang hidup di negara agraris tapi impor pangan terus. [Tio]