MasyarakatKelistrikan.com | Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan ketahanan energi Indonesia saat ini dalam kondisi aman, seiring dengan kenaikan harga komoditas energi di pasar internasional.
Harga komoditas energi seperti minyak, gas dan batu bara melonjak sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga:
Dewan Energi Nasional Ungkap Butuh Rp 3,7 Kuadriliun untuk Tekan Emisi 31,89% pada 2030
Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan indeks ketahanan energi RI yang saat ini berada di angka 6,57 yang artinya aman.
Dalam menghitung indeks ketahanan energi nasional, setidaknya terdapat empat variabel yang digunakan pemerintah, yakni ketersediaan, harga, akses bagi masyarakat, dan keselamatan lingkungan.
Data menunjukan ketersediaan pasokan energi, Indonesia saat ini masih memiliki cadangan batu bara dan gas bumi yang mencukupi.
Baca Juga:
Simak! Ini Biang Keladi yang Buat PLN Kelebihan Listrik
Bahkan 75% batu bara RI masih diperuntukkan untuk tujuan pasar ekspor.
“Gas kita juga masih ekspor dalam bentuk LNG dan gas pipa. Untuk EBT kita masih 11,7% jadi perlu mengejar target 23% di 2025,” ungkap Djoko Siswanto di acara Energy Corner, CNBC, Senin (7/3/2022)
Djoksis menjelaskan , Indonesia saat ini juga masih bergantung pada impor minyak mentah, Liquified Petroleum Gas (LPG) dan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis gasoline.
Sehingga, ketahanan energi RI belum dapat masuk dalam kategori sangat tahan.
Ia menambahkan dalam menentukan indeks ketahanan energi nasional, variabel harga menjadi salah satu faktor yang mempunyai bobot nilai cukup tinggi.
Oleh sebab itu, dengan kebijakan pemerintah yang telah memberlakukan harga DMO batu bara untuk pembangkit listrik PLN maksimal sebesar US$ 70 per ton, sangat berpengaruh terhadap indeks angka ketahanan energi.
“Belajar dari pengalaman pemerintah menetapkan harga batu bara US$ 70 per ton sehingga ini menjadi cukup bagus angka daripada indeks ketahanan energi,” tutup Djoko Siswanto. [Tio]