MasyarakatKelistrikan.com | Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menanggapi pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengenai pembangunan di era Presiden Joko Widodo tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi. Dasco mengungkapkan, apa yang disampaikan Menteri LHK sebetulnya baik. Namun, Dasco menilai perlu juga kajian mendalam mengenai emisi karbon tersebut.
"Saya rasa yang disampaikan Bu Siti Nurbaya baik, tapi memang kita nanti perlu juga kajian yang mendalam soal masalah emisi karbon," ujar Dasco di DPR RI, Kamis (4/11).
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
Menurut Dasco, perlu kajian mendalam karena bukan hanya Indonesia yang terdampak masalah emisi karbon ini. Dia mengatakan, masalah lingkungan ini juga berdampak bagi dunia luar.
"Karena ini juga akan menyangkut bukan hanya Indonesia tapi juga di dunia luar," sambung Ketua Harian Partai Gerindra ini.
Diberitakan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi. Hal tersebut dikatakan dalam acara diskusi di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Selasa (2/11).
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
Dia menjelaskan FoLU Net Carbon Sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestation. Melalui agenda FoLU Net Carbon Sink, Indonesia menegaskan komitmen mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan diantaranya berkaitan dengan deforestasi pada tahun 2030.
"Bahkan pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif, atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan. Oleh karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," kata Siti dikutip dalam keterangan pers, Kamis(4/11).
Dia menjelaskan menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 demi kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.
Kekayaan alam Indonesia termasuk hutan, kata Siti, harus dikelola untuk pemanfaatannya sesuai kaidah-kaidah berkelanjutan dan berkeadilan.
"Kita juga menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Karena di negara Eropa contohnya, sebatang pohon ditebang di belakang rumah, itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi. Ini tentu beda dengan kondisi di Indonesia," bebernya.
Dia mengungkapkan, Presiden telah menyampaikan target Indonesia untuk mencapai Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih awal. Untuk 2030, segala kebijakan sektor kehutana sejak pemerintahan Jokowi tahun 2014 akhir hingga sekarang terus memperbaiki tata kelola kehutanan.
"Hasil-hasilnya selama 6 tahun terakhir juga dirasakan dan akan terus kita tingkatkan," ujar Siti.
Siti kembali mempertanyakan istilah zero deforestation atau sama sekali tidak boleh ada penebangan dan bahkan satu pohon jatuh di halaman rumah itu bisa disebut deforestasi.
"Apakah seperti itu? Tentu saja tidak!" tegasnya. [aas]