MasyarakatKelistrikan.WahanaNews.co | Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan, sebelum tahun 2030 pihaknya bakal mempensiunkan sebanyak 5 Giga Watt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Hal ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang memperkuat komitmen dalam melaksanakan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE).
Baca Juga:
PLN dan BI Ubah Limbah Jadi Listrik, Uang Rusak Jadi Energi Hijau
Terkait hal tersebut, Institute for Essential Service Reform (IESR) merilis kajian terbaru bersama Universitas Maryland.
Hasilnya sebanyak 12 PLTU dengan total kapasitas 4,5 gigawatt (GW) dinilai layak jadi sasaran pensiun dini dalam jangka waktu 2022-2023.
"Manfaat yang bisa diraih dari skenario pensiun dini PLTU sekitar 2-4 kali lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mempensiunkan PLTU batu bara tersebut," kata Peneliti Senior IESR Raditya Wiranegara dalam keterangan tertulis, Selasa (11/10/2022).
Baca Juga:
Penjabat Gubernur Kalbar Harisson Tinjau Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Sanggau
Percepatan pensiun PLTU batu bara dinilai dapat menghindarkan kematian mencapai 168 ribu jiwa hingga 2050, serta penghematan biaya kesehatan sekitar US$ 60 miliar atau setara Rp 918 triliun (kurs Rp 15.300) hingga 2050.
Meski begitu, perlu dukungan dan kesiapan secara politik, pembiayaan, dan sosial untuk tidak lagi membangun dan membatasi pengoperasian seluruh PLTU batu bara paling lama hingga 2050.
Sebagian besar biaya yang dibutuhkan untuk pensiun batu bara mencakup biaya aset terbengkalai dengan dua pertiganya terkait pemensiunan PLTU milik IPP.
"Sambil menunggu seluruh PLTU dipensiunkan seluruhnya pada 2045, pemerintah dapat melangsungkan pengoperasian PLTU batu bara yang fleksibel untuk memberi ruang bagi energi terbarukan untuk masuk ke dalam sistem energi Indonesia," tuturnya.
Koben Calhoun, Principal Carbon Free Electricity, Global South Program, RMI menambahkan dengan mengutip kajian IESR yang menyebut bahwa untuk dekarbonisasi sektor energi di Indonesia pada 2050 diperlukan sebanyak US$ 25 miliar/tahun hingga 2030 dan US$ 60 miliar/tahun hingga 2050 untuk investasi ke energi terbarukan, elektrifikasi, dan infrastruktur pendukung.
"Terdapat 3 pilar pendekatan untuk membiayai transisi batu bara, pertama dengan memodali transisi batu bara maka akan muncul peluang untuk berinvestasi kembali pada energi bersih dan membiayai transisi energi yang berkeadilan bagi masyarakat," jelas Calhoun.
Menurutnya, Indonesia dapat memimpin transisi energi yang ambisius dan mendemonstrasikan mobilisasi keuangan dengan komitmen pemerintah yang ambisius, kepemimpinan terhadap platform dan dana transisi energi, mempunyai peta jalan pensiun dini yang jelas didahului dengan penerapan proyek percontohan, serta mempunyai struktur keuangan campuran (blended finance) untuk menurunkan biaya modal dan mobilisasi keuangan untuk transisi energi.
Architrandi Priambodo, Senior Energy Specialist Asian Development Bank menambahkan pensiun dini PLTU batu bara selain akan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, juga menurunkan biaya pembangkitan secara keseluruhan dalam jangka panjang.
Hal ini merupakan salah satu tujuan dari program Energy Transition Mechanism (ETM) untuk mempercepat penghentian atau re-purposing PLTU batu bara, terutama bagian dari aset PLTU yang bisa diutilisasi lebih lanjut misalnya transmisi dan gardu induk. [Tio]