MasyarakatKelistrikan.com | Perusahaan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dalam hal ini PT ThorCon Power Indonesaia atau perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini memutuskan untuk terus melanjutkan pengembangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) atau Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Bangka Belitung.
Yang terbaru, pihak Thorcon Indonesia menunjuk Empresarios Agrupados (EAI) atau konsultan perencana engineering yang bertugas untuk melakukan perencanaan desain, konstruksi, operasi sampai dekomisioning persiapan pembangunan prototipe TMSR500 atau PLTT di Indonesia.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Disamping itu, EAI juga diberi tugas untuk melakukan kajian high level safety assessment terhadap dokumen keselamatan ThorCon yang akan didampingi oleh Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM), sebagai salah satu syarat dalam memenuhi permintaan pemerintah Indonesia yang rencananya akan di mulai dalam waktu dekat ini.
Bob S. Effendi selaku COO PT ThorCon Power Indonesia menyampaikan, penunjukan EAI membuktikan bahwa pihaknya sudah melakukan langkah konkret dan nyata dalam persiapan implementasi proyek PLTT di Indonesia yang dapat menjadi kesempatan yang bagus bagi sektor nuklir di Indonesia untuk bisa bersama-sama terlibat dalam perencanaan pembangunan PLTT.
"Kami berharap agar implementasi PLTT di Indonesia dapat dilaksanakan segera sehingga dapat beroperasi sebelum tahun 2030 untuk menjadi tulang punggung energi primer yang bersih dan murah tanpa butuh subsidi, sesuai dengan harapan Presiden Jokowi guna mencapai target net-zero emission tahun 2060," terang Bob seperti yang diberitakan CNBC Indonesia, Selasa (1/2//2022).
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Bob menyampaikan, kajian high level safety assessment yang akan dilakukan EAI bekerjasama dengan Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika (DTNTF) UGM, itu supaya pemerintah Indonesia melihat bahwa desain ThorCon memiliki keselamatan yang cukup tinggi dan dapat menjamin kejadian Fukushima, Jepang tidak akan terjadi.
Diharapkan pemerintah tidak ragu untuk menjadikan proyek PLTT sebagai program strategis nasional melalui investasi swasta tanpa APBN dengan skema Independent Power Producer.
PLTT ini akan dibangun di galangan kapal (DSME), Okpo, Korea Selatan. Penggunaan galangan kapal modern akan menghemat waktu dan biaya sekaligus meningkatkan kualitas konstruksi.
Hanya diperlukan waktu 24 bulan sejak awal konstruksi sebelum setiap pembangkit dapat mengirimkan listrik ke jaringan.
Melalui pendekatan ini pada akhirnya meningkatkan skalabilitas pabrik ThorCon dengan cepat. Pada tahap awal, pabrik akan didesain dengan kapasitas produksi setara dengan 10 GW atau 20 unit PLTT per tahun.
Seperti yang diketahui, Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengungkapkan pemerintah melalui Kementerian ESDM sudah melakukan kerjasama untuk membangun PLTN.
Kerja sama itu dilakukan dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) atau Badan Tenaga Atom Internasional.
Dalam kerjasama itu, ada beberapa 19 butir syarat yang harus dipenuhi oleh Indonesia sebelum membangun pembangkit listrik nuklir itu.
Saat ini 16 butir dinyatakan masuk ke tahap dua. Utamanya persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN.
Sementara untuk tiga butir kesepakatan yang lainnya, kata Arifin Tasrif, belum siap menuju ke fase dua.
Di antara ketiga butir itu adalah, posisi nasional atas kepastian bisa beroperasinya pembangkit tenaga nuklir, kemudian belum terbentuknya tim manajemen dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Berikut 19 butir syarat tersebut:
1. National position
2. Nuclear safety
3. Management
4. Funding & financing
5. Legal framework
6. Safeguards
7. Radiation protection
8. Regulatory framework
9. Electrical grid
10. Human resource development
11. Stakeholder involvement
12. Site and supporting facilities
13. Environmental protection
14. Emergency planning
15. Nuclear security
16. Nuclear fuel cycle
17. Radioactive waste management
18. Industrial involvement
19. Procurement.
[Tio]