MasyarakatKelistrikan.com | Mulai 2020, penambahan pembangkit listrik di Indonesia akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Upaya ini sebagai langkah menekan tingkat emisi gas rumah kaca dan target net zero emission 2060.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif menjelaskan jika target ini bertujuan upaya substitusi pembangkit listrik tenaga fosil dalam upaya menekan emisi karbon. Di sisi lain, tetap memenuhi lonjakan kebutuhan listrik di Indonesia.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Penambahan pembangkit listrik mulai tahun 2030 seluruhnya berasal dari EBT terutamanya PLTS, sehingga pada tahun 2060, total kapasitas pembangkit listrik seluruhnya berasal dari EBT,” katanya dalam Indonesia Pathway to Net Zero Emission – Energy Transition, Kamis (21//10/2021).
Upaya ini, kata Arifin merupakan bagian dari peta jalan atau roadmap yang telah disusun pemerintah dalam menekan emisi gas rumah kaca periode 2021-2060.
Sebelum masuk pada pembangunan pembangkit listrik tersebut, ada langkah lain yang secara bertahap dilakukan pemerintah.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Misalnya dengan peralihan pembangkit listrik tenaga fosil kepada pembangkit dengan emisi karbon yang minim.
“Melakukan retirement pembangkit listrik tenaga fosil yang akan dilakukan secara bertahap sesuai umur pembangkit atau dilakukan lebih cepat sesuai mekanisme yang tepat,” katanya.
Ia menilai jika konsumen energi dari komersial dan industri memiliki peran penting dalam transisi energi di Indonesia.
Komitmen yang dimiliki sektor komersial dan industri telah mendukung menuju penggunaan EBT secara keseluruhan dalam lingkup rantai pasoknya.
“Perusahaan sektor komersial dan industri telah memiliki komitmen baik tingkat global maupun naisonal untuk meningkatkan penggunaan EBT bahkan hingga 100 persen dalam rantai pasoknya dalam rangka kontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca,” katanya.
PLTB ini bisa mengaliri listrik 360 ribu pelanggan 450 KV. Proyek ini bagian dari proyek percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW, sekaligus bagian dari upaya Pemerintah mencapai target bauran energi nasional 23 persen dari EBT pada 2025.
Dia melihat bahwa komitmen yang dibangun perusahaan sektor komersial dan industri itu bisa jadi kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan kolaborasi dalam transisi energi.
Pasalnya, itu sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai karbon netral di sektor energi tahun 2060. “Atau lebih cepat serta mewujudkan pemulihan ekonomi indonesia melalui pembangunan rendah karbon,” katanya.
Dengan landasan demikian, ia mendorong kolaborasi inovatif dengan kalangan perusahaan yang dapat mengakselerasi transisi energi. Maksudnya adalah adanya terobosan baru dalam langkah melakukan transisi energi bersih.
“Kami harap kerjasama seluruh pemangku kepentingan dapat terus diperkuat untuk terus membangun solusi kebijakan model bisnis dan keuangan yang dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif,” tuturnya.
Tujuannya, kata dia, agar perusahaan bisa lebih memanfaatkan EBT untuk operasional sendiri maupun pengembangan EBT secara berkelanjutan.
Menteri Arifin menuturkan upaya-upaya yang akan dilakukan dalam mengejar tujuan tersebut. Salah satu strategi utama yang dilakukan adalah dengan adanya pengembangan EBT secara masif.
Retirement PLT Fosil secara bertahap sesuai dengan umur pembangkit atau bisa lebih cepat (Early Retirement) dengan mekanisme yang tepat.
Mengoptimalkan pemanfaatan energy storage seperti pump storage, Battery Energy Storage System (BESS), dan hydrogen fuel cell secara bertahap mulai 2031.
Opsi penggunaan nuklir direncanakan akan dimulai tahun 2045, dengan kapasitas hingga mencapai 35 GW di tahun 2060.
Meningkatkan keandalan jaringan dengan membangun konektivitas baik dalam maupun antar pulau serta mengembangkan implementasi smart grid dan smart meter.
Serta, transformasi melalui substitusi penggunaan energi melalui intensifikasi kompor listrik dan pembangunan Jaringan Gas Rumah Tangga.
“Kita juga mendorong penggunaan kendaraan listrik dengan target menghentikan penjualan motor konvensional di tahun 2040 dan mobil konvensional di tahun 2050, serta penyediaan transportasi umum yang lebih masif,” tutupnya. [aas]