MasyarakatKelistrikan.com | Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan petrokimia hingga 2030 diperkirakan masih akan terus meningkat. Sementara, kapasitas kilang di Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan BBM maupun petrokimia.
Direktur Utama PT Pertamina Kilang International (KPI), Djoko Priyono, mengatakan kebutuhan BBM diperkirakan mencapai 1,5 juta bopd hingga 2030, sedangkan kapasitas kilang 700 ribu bopd, sehingga ada gap 800 ribu bopd.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
Sementara itu, kebutuhan petrokimia hingga 2030 mencapai 7.646 kilo ton per tahun. Saat ini di dalam negeri baru bisa memproduksi produksi 1.000 kilo ton per tahun.
“Untuk mengatasi gap tersebut menuju transisi energi, ada lima inisiatif di sektor energi dan petrokimia yang dilakukan KPI,” kata Djoko pada Webinar Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (16/11/2021).
Menurut Djoko, lima inisiatif adalah arah yang dilakukan kalau terjadi penurunan konsumsi BBM, yakni konversi dari produk BBM ke bahan baku petrokimia hingga petrokimia. Sebelum 2020 solar masih impor, dengan adanya B10-B20 hingga kini tidak ada lagi impor solar dan avtur.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
“RDMP fokus pada gasoline pertaseries, yang sampai 2030 diprediksikan masih ada gap sehingga beberapa RU (Refinery Unit) fokus pada gasoline pertaseries, selain itu, kami juga meningkatkan kualitas produk dari Euro 2 ke Euro 5,” ungkap Djoko.
Untuk GRR Tuban diharapkan mampu memproduksi 30 persen kebutuhan petrokimia di dalam negeri. Pengembangan petrokimia juga dilakukan dengan meningkatkan produksi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), anak usaha KPI. Hal ini dilakukan apabila kebutuhan BBM bisa disubstitusi ke energi terbarukan.
“Akan di-convert ke petrokimia untuk kebutuhan dalam negeri. Apalagi saat ini kebutuhan petrokimia dalam negeri 70 persen masih impor,” kata dia.