MasyarakatKelistrikan.WahanaNews.co | Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, transisi energi adalah kunci untuk mencegah bencana pemanasan global dan perubahan iklim.
Akan tetapi, transisi energi ini tidak boleh mengganggu agenda pembangunan yang belum selesai di negara-negara berkembang.
Apalagi, rata-rata konsumsi energi, pengeluaran emisi dan pendapatan per kapita negara-negara berkembang pada umumnya berada di bawah negara-negara maju.
Baca Juga:
Wamendag Roro: Prioritaskan Perdagangan Hijau, Ramah Lingkungan, serta Berkelanjutan
Sebagai BUMN Energi, lanjut Nicke, Pertamina telah mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar 14 persen dari total dana investasi untuk menyukseskan transisi energi di Indonesia.
Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata investasi perusahaan energi dunia untuk energi terbarukan sebesar 4,3 persen.
“Mengatasi perubahan iklim merupakan salah satu strategi Sustainability Pertamina, dengan target penurunan emisi 30 persen pada tahun 2030 atau di atas target NDC Indonesia pada tahun 2030. Tercatat selama 2010–2020, kita telah mengurangi 6,8 Juta Ton CO2 Equivalent (MmtCO2E) atau 27 persen dari 26 persen baseline 2010,” ujar Nicke saat dialog “Sustainable Finance For Climate Transition” yang dipantau secara virtual di Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Baca Juga:
Buntut Pertamax Bermasalah, YLKI Desak Keadilan Bagi Konsumen yang Dirugikan
Nicke yang juga menjabat sebagai Ketua Task Force Energy, Sustainability, and Climate B20 menambahkan, transisi energi harus direncanakan dengan baik, untuk memastikan keamanan energi dan aksesibilitas energi bagi seluruh masyarakat tetap terjaga.
Pertamina, lanjutnya, akan mempercepat transisi energi menuju penggunaan energi yang berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau serta meningkatkan ketahanan energi.
Menurut Nicke, transisi energi membutuhkan teknologi dan biaya yang besar. Untuk itu, Pertamina terbuka untuk kemitraan dan kolaborasi, demi mendorong inovasi dan menurunkan biaya teknologi.