"Untuk bisa mencapai hal tersebut, salah satunya kami bekerja keras untuk mengejar target bauran energi 23 persen pada 2025 mendatang. Selanjutnya, kami merancang peta jalan penghentian PLTU hingga 2056 sehingga carbon neutral bisa dicapai," ujar Zulkifli.
Zulkifli menjelaskan, ada dua pendekatan yang dilakukan PLN dalam mencapai target tersebut. Pertama, menerapkan dekarbonisasi dalam portofolio PLN.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Kami sudah menginventarisir produk dari rumah kaca. Kami memperkirakan puncak emisi Rumah Kaca akan terjadi pada tahun 2030 dan secara bertahap mengurangi dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060," tambah Zulkifli.
Pendekatan kedua, setelah melakukan inventarisasi, perusahaan mengembangkan lini bisnis baru yang mengedepankan dekarbonisasi nasional seperti pengembangan PLTS, SPKLU dan peralihan dari kompor gas ke kompor induksi.
Langkah-langkah ini diharapkan tidak hanya mendukung negara yang bebas emisi tetapi secara internal juga bisa meningkatkan keandalan dan keterjangkauan biaya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Kedua, kata Zulkifli, cita cita dekarbonisasi ini juga perlu dukungan penelitian dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan. Ini perlu kerja sama semua pihak agar cita-cita tersebut bisa segera terealisasi.
Harapan ketiga terkait instrumen nilai ekonomi karbon. Sistem perdagangan karbon di sektor ketenagalistrikan ada sebagai produk dari serangkaian proses studi, konsultasi publik dan sekarang pindah ke tahap pengujian. Perdagangan Emisi Karbon bagaimana pun dinilai lebih tepat untuk menghadirkan inovasi dalam agenda pengurangan emisi bagi pembangkit yang dimiliki PLN.
"Kami melihat sistem perdagangan karbon ada sebagai instrumen yang lebih tepat untuk mendorong inovasi pengurangan emisi di unit pembangkit daripada mekanisme pajak karbon," ujar Zulkifli.