Belum lagi banyaknya mobil listrik maupun bus listrik di negara maju yang beroperasi hampir setiap hari dan dalam berbagai kondisi musim termasuk musim panas yang kadang suhunya bisa mencapai 40 derajat celcius, tidak mengalami masalah berarti hingga kini.
Hal ini membuktikan kejadian terbakarnya mobil listrik masih bisa disebut sebagai kasus ‘case per case’, bisa dikatakan belum menjadi insiden yang umum terjadi pada mobil listrik.
Baca Juga:
Pembangunan SPKLU Masif, ALPERKLINAS Minta PLN dan Pemerintah Daerah Tegas Terkait Safety dan Estetika Kota
Mobil listrik dianggap sangat beresiko terbakar pada saat terjadi kecelakaan atau ketika saat pengisian daya.
Ada beberapa kejadian yang melibatkan mobil listrik Tesla yang terbakar ketika kecelakaan pada beberapa tahun belakangan ini.
Timbul pertanyaan apakah mobil listrik lebih cenderung beresiko terbakar dibandingkan dengan mobil biasa? Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah organisasi keselamatan otomotif asal Jerman-Dekra, mobil listrik pada saat kecelakaan ternyata tidak lebih bahaya dibandingkan dengan mobil konvensional.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Pada penelitian tersebut Dekra menggunakan mobil listrik Renault Zoe dan Nissan Leaf sebagai percobaan mobil tes.
Dari hasil penelitian tersebut ada beberapa hal yang bisa disimpulkan: Pertama, tidak satupun mobil listrik yang dites, baik Renault Zoe maupun Nissan Leaf terbakar ketika dilakukan ‘crash test’ atau tes tabrakan.
Kedua sesaat setelah tabrakan, sistem tegangan tinggi pada setiap mobil secara otomatis terputus atau ‘off’. Ketiga, baterai bertegangan tinggi secara otomotis akan terputus tegangannya, namun sistem kelistrikan 12 volt tetap berfungsi secara normal. Hal ini bertujuan memudahkan pintu mobil terbuka dan kaca jendela berfungsi agar memudahkan akses petugas penyelamat kecelakaan.