“Sebagai contoh, harga BBM di Hongkong mencapai Rp 36.176 per liter, Jerman Rp 34.454 per liter, Italia Rp 34.310 per liter, dan Yunani Rp 32.733 per liter. Jadi, sudah sewajarnya Pertamina menyesuaikan harga BBM Umum mereka,” kata Mamit.
Selain itu, lanjut Mamit, kenaikan harga Pertamax RON 92 masih jauh lebih murah jika dibandingkam dengan SPBU Swasta lainnya. Sebagai perbandingan, harga BBM RON 92 yang di jual Shell hari ini berada di Rp 16.500, Vivo Rp 12.900, dan BP-AKR Rp JBB. 12.990 sementara Pertamax masih Rp 12.500 per liter, dengan demikian Pertamina masih harus menanggung selisih harga dengan tetap menjaga daya beli masyarakat.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
“Apa yang dilakukan oleh Pertamina dengan tidak menyentuh faktor psikologis konsumen Pertamax yaitu di harga Rp 15.000-Rp 16.000 per liter sudah tepat. Dengan demikian, hal ini bisa menghindari terjadinya migrasi besar-besaran ke Pertalite mengingat saat ini Pertalite merupakan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP),” paparnya.
Mamit pun memperkirakan migrasi hanya di 20%-25%, itupun saat di awal kenaikan Pertamax. Setelahnya konsumen akan beralih kembali ke Pertamax mengingat konsumen Pertamax ini segmented masyarakat golongan menengah ke atas yang paham akan manfaat dari BBM ron tinggi.
“Seperti pengalaman pribadi saya saat menggunakan Pertalite kok mesin performancenya berkurang. Mesin bunyi “ngelitik”, lebih sering ke SPBU dan pas service jadi lebih banyak yang di ganti. Akhirnya saya kembali menggunakan Pertamax karena dari apa yang saya keluarkan saat menggunakan Pertalite sama saja saat menggunakan Pertamax,” pungkas Mamit. [Tio]