"Sambil menunggu seluruh PLTU dipensiunkan seluruhnya pada 2045, pemerintah dapat melangsungkan pengoperasian PLTU batu bara yang fleksibel untuk memberi ruang bagi energi terbarukan untuk masuk ke dalam sistem energi Indonesia," tuturnya.
Koben Calhoun, Principal Carbon Free Electricity, Global South Program, RMI menambahkan dengan mengutip kajian IESR yang menyebut bahwa untuk dekarbonisasi sektor energi di Indonesia pada 2050 diperlukan sebanyak US$ 25 miliar/tahun hingga 2030 dan US$ 60 miliar/tahun hingga 2050 untuk investasi ke energi terbarukan, elektrifikasi, dan infrastruktur pendukung.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
"Terdapat 3 pilar pendekatan untuk membiayai transisi batu bara, pertama dengan memodali transisi batu bara maka akan muncul peluang untuk berinvestasi kembali pada energi bersih dan membiayai transisi energi yang berkeadilan bagi masyarakat," jelas Calhoun.
Menurutnya, Indonesia dapat memimpin transisi energi yang ambisius dan mendemonstrasikan mobilisasi keuangan dengan komitmen pemerintah yang ambisius, kepemimpinan terhadap platform dan dana transisi energi, mempunyai peta jalan pensiun dini yang jelas didahului dengan penerapan proyek percontohan, serta mempunyai struktur keuangan campuran (blended finance) untuk menurunkan biaya modal dan mobilisasi keuangan untuk transisi energi.
Architrandi Priambodo, Senior Energy Specialist Asian Development Bank menambahkan pensiun dini PLTU batu bara selain akan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, juga menurunkan biaya pembangkitan secara keseluruhan dalam jangka panjang.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Hal ini merupakan salah satu tujuan dari program Energy Transition Mechanism (ETM) untuk mempercepat penghentian atau re-purposing PLTU batu bara, terutama bagian dari aset PLTU yang bisa diutilisasi lebih lanjut misalnya transmisi dan gardu induk. [Tio]